Senin, 13 Februari 2012

Sejarah Gereja Asia

LAPORAN BACA
Nama               : Benalia Hulu
Semester          : IV (Empat)
Mata Kuliah    : Sejarah Gereja Asia
Dosen              : Yonas Muanley, M.Th
Buku               : Sejarah Gereja Asia
Pengarang       : DR. Anne Ruck

Kekristenan lahir di tempat antara Timur dan Barat, yakni Yerusalem. Dari segi geografis kota Yerusalem terletak diwilayah Asia Barat, tetapi dari segi polotis merupakan ibukota suatu propinsi kekaisaran Romawi yang berorientasi ke arah Eropa. Dari sinilah Tuhan Yesus mengutus murid-murid-Nya menjadi saksi ke Yudea, Samaria, sampai ke ujung bumi.  Masa pertama Gereja di Asia (sampai tahun 1500), menguraikan perluasan kekristenan pertama ke arah Timur, ke wilayah Timur Tengah, India dan sampai ke Cina. Orang Kristen Asia adalah orang yang pertama sekali memakai gedung gereja sebagai tempat beribadah dan yang pertama menerjemahkan Alkitab. Raja Kristen pertama adalah orang Asia.
Bagian Barat mengabarkan Injil di Asia (1500-1945), menguraikan sejarah gereja Asia pada zaman misi Gereja Barat. Periode tersebut merupakan periode yang paling kaya dari segi sumber-sumber historis, baik sumber primer maupun buku-buku dan lain-lain. Di Asia kekristenan menghadapi agama-agama dan kebudayaan kuat, yang sulit dimasuki Injil. Kesulitannya menimbulkan beberapa pertikaian, misalnya mengenai isu tentang kasta, upacara menghormati nenek moyang dan lain-lain. Penginjilan diarahkan pada golongaan masyarakat yang dianggap strategis. Berbeda dengan misi katolik, misi Protestan mengutamakan penerjemahan Alkitab sebagai langkah pertama pekabaran Injil. Gereja protestan menekankan Firman Tuhan (sola scriptura), ditambah lagi tersedianya Alkitab dalam bahasa setempat, memungkinkan gereja membentuk teologi kontekstual, tanpa bergantung terus pada hasil penafsiran orang-orang Barat.
            Tujuan misi Protestan adalah menanam serta mendidik gereja-gereja bumi putra mandiri. Beberapa gereja di Asia, terutama di Korea dan jepang, dengan cepat mencapai kemandirian ekonomi, sedangkan di negara lain gereja tetap bergantung pada dana dari luar. Orang Kristen setempat dipersiapkan jawab atau kekuasaannya. Perang Dunia II secara dratis menghentikan “masa remaja” gereja Asia, sehingga dipaksa untuk mencapai kemandirian. Kekristenan Asia pada periode 1945-90, menguraikan sejarah gereja-gereja dalam usaha mencapai kemandirian, serta mengembangkan kekristenan bergaya Asia abad ke-20.
Permulaan Gereja Di Asia
A.    Timur Tengah
Antiokhia, ibukota propinsi Siria, kota ketiga dalam Kekaisaran Romawi, menjadi pusat penginjilan kepada orang-orang bukan Yahudi. Di kota inilah para pengikut Yesus untuk pertama kalinya disebut ‘Kristen’. Gereja di Antiokhia menjadi gereja pengutus bagi perjalanan Paulus dan Barnabas ke propinsi Asia Kecil (Turki). Gereja di Antiokhia bertanggung jawab atas penggembalaan di daerah tersebut, sebagaimana tampak pada tujuh puncak surat tulisan Ignatius, Uskup Antiokhia, ketika ia sedang dibawa ke Kota Roma untuk dihukum mati pada tahun 107 M. Uskup Antiokhia berkuasa atas daerah di sebelah timur Laut Tengah. Dua negara besar yang berkuasa atas daerah Timur Tengah pada abad pertama adalah Roma dan Partia (kemudian disebut Persia). Dalam Kekaisaran Romawi ada beberapa faktor yang emnolong penyebaran Injil kearah Barat. Hukum dan tata-kenegaraan Romawi (pax Romana ‘Perdamaian Roma’) menjamin keamanan dan stabilitas.
Daerah-daerah di kawasan timur kurang stabil dibandingkan dengan Kekaisaran Romawi. Lembah Sungai Efrat, daerah yang berbatasan dengan Kekaisaran Romawi, tergoncang oleh peperangan antara Roma dan Partia/Persia. Namun, sistem perhubungan melalui jalan perdagangan (jalan sutra) dari Siria ke lembah Tigris-Efrat (Irak, Iran), menuju ke Cina, ataupun melalui arah perjalanan laut dari Mesir ke Arabia dan India sudah baik. Penyebaran Injil ke Asia mengikuti jalan-jalan perdegangan tersebut. Daerah timurjuga mempunyai bahasa bersama. Bahasa Siria (Arami), yang dipakai seluruh Mesopotamia, dan juga orang Yahudi untuk sehari-harinya. Terjemahan Alkitab dalam bahasa Siria menjadi sarana penginjilan yang penting. Bangsa Yahudi menjadi jembatan untuk penginjilan di seluruh daerah Timur Tengah.
B.     India
Menurut Kisah Rasul Tomas, setelah hari pentakosta kedua belas rasul membuang undi untuk menentukan ke mana setiap orang diutus untuk mengabarkan Injil. Di India, disuruh membangun istana un tuk Raja Gudnaphar. Akan tetapi, uang yang diterima untuk pembangunan istana diberikan oleh Tomas kepada orang miskin. Tomas menerangkan bahwa ia sedang membangun istana di sorga bagi Raja Gudnaphar. Raja itu sangat marah memenjarakan Tomas. Akan tetapi, sesudah Tomas melakukan beberapa mujizat bersama dengan adiknya Gad menerima ‘tiga tanda meterai kekristenan’, yaitu urapan minyak, babtisan dan perjamuan Kudus. Tomas berjalan jauh untuk mengabarkan Injil, sampai ia ditombak mati di bagian di india. Bukti menunjukkan bahwa seorang yang bernama Tomas pedagang memimpin suatu kelompok besar, 400 oarng Kristen, mengungsi pada Partia pada tahun 345, pada masa penghambatan. Sebuah patung perunggu telah ditemukan yang menggambarkan raja Malabar, Palli-Vanavar, yang meninggal kira-kira tahun 350. Patung raja tersebut dihiasi kalung dengan lambang salib, dengan teratai di tangahnya.
C.    Edessa
Di antara dua negara besar, Kekaisaran Romawi dan Kekaisaran Partia, terletak beberapa negara kecil yang berjuang dengan susah payah untuk mempertahankan kedudukan mereka sebagai negara merdeka. Salah satu negara kecil itu adalah kerajaan Osrhoene. Ibukotanya adalah Edessa, yang terletak di Sungai Daisan, anak Sungai Efrat, dekat jalan perdagangan antara Armenia dan padang gurun pasir di Siria. Edessa adalah kota pertama yang mempunyai gedung gereja. Orang-orang Kristen di Kekaisaran Romawi masa itu berkumpul di rumah-rumah jemaat untuk beribadat. Pada akhir abad ke-2 gereja di Edessa sudah mempunyai klerus. Menurut ajaran Addai, Uskup Edessa yang pertama adalah Addai dan ia mengangkat Aggai sebagai penggantinya. Aggai, tukang jahit kain sutra di istana, dibunuh atas perintah anak Abgar, orang yang tidak percaya. Kemudian Palut ditahbiskan sebagai uskup oleh Serapion, Uskup Antiokhia, menjelang akhir abad ke-2. Peristiwa tersebut membuktikan bahwa Uskup Antiokhia berwewenang atas Gereja Timur pada masa itu. Pada abad ke-3 gereja di Edessa sudah berkembang dan kuat. Pada tahun 216 kota Edessa direbut oleh Kaisar Caracalla, sehingga Osrhoene menjadi sebaian Kekaisaran Romawi.
D.    Kristologi dan Soteriologi Gereja Asia Purba
Agama Kristen lahir di suatu tempat dan pada suatu waktu di mana berbagai kebudayaan dan kepercayaan bertemu. Akarnya  ada dalam agama Yahudi. Dalam perkembangan teologi Kristen muncul berbagai perbedaan antara Gereja Timur dan Gereja Barat. Mengenai antara hubungan Allah dan manusia. Gereja Roma berpikir secara praktis dan etis. Pokok persoalan utama yang dibicarakan adalah kebenaran; yaitu masalah dosa dan akibat dosa, pertobatan, dan kasih karunia Allah dalam pengampunan dosa. Yesus dianggap terutama sebagai Juruselamat. Perjamuan Kudus diberi tempat yang pokok, oleh karena sakramen tersebut kematian Tuhan Yesus di Kayu salib kita peringati. Orang-orang Kristen Asia lebih menekankan perasaan dan pengertian daripada kelakuan. Pokok utama bagi gereja Asia adalah perbedaan antara yang abadi  dan yang fana; apa yang diketahui untuk memperoleh hidup yang kekal.
Kesimpulannya: kota Antiokhia menjadi pusat pekabaran Injil ke dunia bukan Yahudi. Sumber-sumber unutk penginjilan di luar Kekaisaran Romawi sebagian bergantung pada legenda-legenda. Namun, trdisi bahwa Rasul Tomas mendirikan gereja di India didukung oleh penemuan-penemuan ilmu purbakala lain. Sudah terbukti bahwa Injil cepat tersebar di lembah Tigris-Efra, dengan perkembangan gereja yang kuat, yang berpusat di kota Edessa. Terjemahan Alkitab ke dalam bahasa Siria memainkan peran bermakna dalam perkembangan jemaat. Gereja Asia purba memandang Kristus dari segi pertentangan antara yang fana dan yang abadi, sebagai Guru dan Penebus. Pengertian Asia itu dianggap dualistis oleh beberapa tokoh Gereja Barat, tetapi sekarang diterima sebagai suatu usaha mewujudkan kekristenan dalam konteks Asia.
Pertumbuhan Dan Penghambatan Di Persia
A.    Gereja Purba di Partia
Kerajaan Persia telah menguasai daerah Barat Tengah mulai abad ke-6 sampai abad ke-4 SM. Persia dikalahkan oleh Aleksander Agung, perintis dinasti Seleucid (Yunani). Kemudia pada tahun 247 SM bangsa Partia, pengembara-pengembara dari bagian utara, merebut kekuasaan di Asia Barat Tengah. Disana banyak corak kebudayaan dan agama yang berbeda-beda. Agama utama adalah agama Zoroaster. Dan masih banyak penganut-penganut lain. Imam-imam Zoroaster sering merampas rumah orang Kristen, menangkap dan menyiksa para penghuninya. Pada tahun 160 Uskup Abraham pergi ke Ktesiphon, ibukota Kekaisaran Partia, dengan tujuan memohon agar kaisar mengeluarkan edik melarang penyiksaan orang Kristen oleh imam-imam. Meskipun  gereja menghadapi penghambatan dari para tokoh Zoroaster, namun gereja terus berkembang.
B.     Penghambatan di bawah Kekaisaran Persia
Pada tahun 225 M propinsi Persia memberontak melawan Kekaisaran Partia. Dalam waktu satu tahun mereka merebut kekuasaan di seluruh daerah Kekaisaran Partia, dan memproklamirkan Ardasyair sebagai raja pertama dinasti Sassandi. Dengan peristiwa tersebut mulailah zaman Kekaisaran Persia yang kedua. Dinasti Sassanid menganggap dirinya sebagai ahli waris bangsa Media dan Persia. Mereka mempunyai cita-cita untuk memulihkan kejayaan Persia yang dulu, dan mempersatukan kekaisaran dalam satu agama. Pada tahun 226 agama Zoroaster dinyatakan sebagai agama negara Persia. Pada mulanya gereja tidak mengalami penghambatan, malahan berkembang. Kerajaan Persia Sassanid meneruskan peperangan melawan Kekaisaran Romawi.  Permusuhan antara Persia dan Roma begitu dahsyat sehingga orang Kristen yang mengungsi dari Roma karena dianiaya semakin diterima di Persia. Gereja di Persia maupun di Roma dianggap sebagai satu umat.
Kesimpulannya: Gereja berkembang di Persia, namun tetap merupakan kelompok minoritas. Agama Zoroaster (agama negara sesudah tahun 226) mempunyai susunan kepercayaan yang kuat dan hierarki magus-magus melawan agama-agama lain. Hubungan umat Kristen dengan saudara-saudara seiman di negara-negara lain menimbulkan kecurigaan, dengan akibat kebijakan pemerintah terhadap gereja selalu dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah Roma, dan juga oleh baik buruknya hubungan Kekaisaran Persia dengan Kekaisaran Romawi.
Umat Kristen di Persia mengalami penganiayaan yang pasang surut. Tahun 339-379 merupakan puncak penganiayaan. Penganiayaan kali ini sampai-sampai melemahkan gereja. Meskipun demikian, gereja bertahan, sampai akhirnya pada tahun 410 diberi status minoritas resmi dalam negara bukan Kristen. Gereja di Persia mengembangkan suatu identitas yang kuat; dengan ciri-ciri teologi bercorak Nestorian, sehingga akhirnya dikenal sebagai gereja Nestorian; dengan penghargaan tinggi terhadap hidup beraskese; dan semangat  besar untuk mengabarkan Injil ke seluruh dunia.
Gereja Dan Islam
Perluasan agama Islam yang cepat pada abad ke-7 merupakan tantangan besar bagi Kekristenan di Asia, bahkan yang terbesar dalam sejarah gereja. Di Arabia dan di Afrika iman Kristen nyaris musnah. Di Siria dan di Palestina gereja dibiarkan sebagai minoritas resmi dalam sistem ‘dhimmi’. Penyerbuan bangsa Turki, bangsa yang sangat kejam, pada abad ke-11 menambahkan penganiayaan, sedangkan Perang Salib, dengan tujuan membebaskan Tanah Suci, akhirnya membawa penderitaan dan memperburuk hubungan Kristen-Islam.
Penindasan sosial dan ekonomi di bawah pemerintahan Islam melemahkan gereja. Penderitaan umat Kristen mencapai puncak yang paling dahsyat dengan pembunuhan besar-besaran oleh tentara Tamerlan. Akibatnya gereja Asia hampir hilang, kecuali di Siria, India Selatan dan beberapa jemaat kecil yang terpencar-pencar di Asia.
Misi Katolik Roma
Akibat sistim padroado, para pekabar Injil Katolik datang ke Asia berdampingan dengan penjajahan Portugal. Fransiskus Xaverius bersama tokoh-tokoh Yesuit lain mempelopori pengabdian penuh kasih serta metode pengajaran yang sederhana dan pekabar Injil di seluruh dunia, baik di dalam maupun di luar wilayah jajahan Portugal dan Spanyol. Di Jepang, Cina dan India misi Yesuit menghadapi agama-agama asli yang kuat. Mereka berusaha memenangkan orang-orang terkemuka, pemimpin masyarakat, dengan metode menyesuaikan imannya dengan kebudayaan Asia. Ordo-ordo lain menuduh Serikat Yesus terlalu sinkretis.
Di Jepang gereja cepat berkembang sebagai hasil pertobatan beberapa daimyo, lalu masa penganiayaan dahsyat hampir melenyapkan gereja. Di Cina, Ricci dan pengganti-penggantinya disenangi di istana, tetapi akhirnya gereja dilemahkan oleh kontroversi mengenai upacara istiadat Cina, dan penentangan kaum Buddha. Di India De Nobili berhasil menginjili beberapa orang Brahmin, tetapi gereja dilemahkan oleh kontroversi mengenai upacara istiadat Malabar. Dalam setiap pertikaian, keputusan terakhir Gereja Katolik Roma menolak bahaya sinkretisme atau kompromis dengan agama-agama lain.
Misi Protestan Dan Perkembangan Gereja Di Cina
Dengan menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Cina, Robert Morrison meletakkan dasar misi Protestan di Cina. Pada abad ke-19 Cina terpaksa membuka diri terhadap orang asing dan terhadap perdagangan candu. Meskipun para misionaris mencela perdagangan tersebut, mereka berbondong-bondong masuk Cina bersamaan dengan imperialisme. Keadaan ini mengakibatkan kekristenan dianggap berkaitan erat dengan imperialisme.
Hudson taylor dengan badan misinya CIM mengabarkan Injil secara luas di pedalaman Cina, dengan tujuan agar orang Cina percaya secara pribadi kepada Yesus Kristus. Ia berusaha menyesuaikan diri dengan masyarakat Cina dan mendirikan gereja asli Cina. Pada tahun 1905 kurang lebih seperseuluh orang Protestan Cina telah menjadi Kristen sebagai hasil pelayanan CIM. Di lain pihak tujuan Timothy Richards adalah mendidik golongan terkemuka, agar kebudayaan Cina diresapi nilai-nilai Kristen dan alumni perguruan tinggi Kristen. Wang Mingado memimpin gerakan Kristen Cina yang bersifat asli, yang bebas dari pengaruh Barat dan tidak bergabung pada dukungan ekonomi Barat. Pada tahun 1949 kaum komunis menguasai seluruh Cina.
Misi Dan Perkembangan Gereja Di Jepang
Pada abad ke-19 perjanjian-perjanjian perdagangan membuka jalan bagi pekabaran Injil di Jepang. Orang Jepang ingin memperoleh teknologi dan pengetahuan Barat, sehingga semakin terbuka terhadap agama Kristen, bahkan pemerintah mengangkat orang Kristen sebagai pengajar diperguruan negeri. Dengan datangnya pastor-pastor Katolik Roma, umat Kristen tersembunyi yang merupakan keturunan jemaat-jemaat yang pertama di Injili 300 sebelumnya, berani manampakkan diri. Meskipun dianiaya, gereja Katolik Roma berkembang. Nikolai, pendeta konsul Rusia, membangun gereja Ortodoks Rusia di Jepang.
Gereja-gereja Protestan berhasil diantara golongan militer, yaitu Samorai, yang tertarik pada konsep pemuridan dan pengabdian. Orang-orang Skristen Samurai mengadakan pertemuan ditempat salah seorang guru Kristen, di perguruan tinggi Kristen atau di perguruan tinggi pemerintah. Kebangunan rohani pada masa 1880-an membuat gereja berkembang cepat. Beberapa tokoh Kristen Jepang muncul sebagai pemimpin , yang mewujudkan kekristenan gaya Jepang. Uchimura memimpin gerakan nir-gereja. Pengabdian Kagawa melayani orang miskin menggerakkan hati nurani masyarakat Jepang. Meskipun perkembangan gereja di Jepang cukup menggembirakan, namun kehidupan umat Kristen tidak lepas dair pergumulan. Nasionalisme Jepang yang semakin kuat berkaitan dengan upacara agama Syinto menyebabkan orang Kristen menjadi bingung mancari jalan menyatakan kesetiaannya kepada tanah air Jepang, tanpa membahayakan iman Kristen sejati.
Kekristenan Di Thiland Dan Burma/Myanmar
Baik di Thailand maupun di Burma/Myanmar agama Buddha berkaitan erat sekali dengan kepribadian suku bangsa utama. Baik di Thailand maupun di Burma, kekristenan paling berhasil berkembang diantara suku-suku minoritas, terutama di daerah pegunungan. Akibatnya, di Burma perjuangan politik suku-suku minoritas dan permusuhan antara suku sering melibatakan soal agama.
Gereja di Thailand mengembangkan kepemimpian penduduk asli. Gereja mengalami perkembangan pesat pada tahun 1960-an dan 1970-an, terdorong oleh kerjasama antara gereja dan kampanye pekabaran Injil bersatu. Kebijakan pemerintah Burma yang suka mengasingkan negerinya dari dunia mendorong gereja untuk berdiri sendiri dan mengabarkan Injil secara agresif. Kekristenan berkembang diantara suku-suku pegunungan di mana gereja mengalami pembaharuan rohani serta gerakan kharismatik. Baik di Thailand maupun di Burma/Myanmar terjadi polarisasi antara kaum evangelikal dan kaum oikumenis mengenai misi gereja dan peranan gereja terhadap masyarakat beragama Buddha.
Kekristenan Di Malaysia Dan Singapura
Pendudukan Jepang pada masa perang Dunia II mendorong baik perkembangan kepemimpinan asli maupun oikumene. Sesuai perang, dibuka sekolah-sekolah teologi dan didirikan Dewan Kristen Malaysia. Ancaman Komunis pada masa keadaan darurat mengakibatkan pemerintahan penjajah Inggris mendukung pekabaran Injil di Perkampungan Baru, dengan hasil banyak gereja Cina didirikan. Kejadian yang paling menentukan pada masa kini adalah pembagian Malaya/Singapura menjadi dua negara, Malaysia dan Singapura, dengan kebijakannya masing-masing. Di Malaysia Islam, yang merupakan agama negara, semakin bersikap agresif. Umat kristen menjawab ketegangan dengan mengembangkan kemandirian supaya bebas dari pengaruh Barat, dengan gerakan oikumene dan dengan gerakan pertumbuhan gereja serta pembaharuan rohani.
Singapura dinyatakan negara sekuler berdasarkan kebebasan beragama, sehingga lebih terbuka, dengan akibat gereja bertumbuh pesat. Di Singapura orang Kristen kebanyakan dari golongan muda berpendidikan tinggi. Baik di Singapura maupun di Malaysia gerekan Kharismatik berkembang dikalangan orang berpendidikan. Baik di Singapura maupun di Malaysia Barat golongan masyarakat berpendidikan, terutama orang Cina, paling terbuka terhadap Injil. Di malaysia Timur suku-suku aslilah yang paling terbuka. Orang Melayu hampir belum tersentuh kekristenan, malah di Malaysia orang Melayu tidak boleh beralih agama menjadi Kristen.
Kekristenan Di Filipina
Sejarah gereja Filipina harus dipahami dalam konteks pengaruh kuat Amerika, masalah-masalah ekonomi yang semakin meningkat, masa diktator militer tahun 1972-86 dan pemberontakan kaum Maois serta kaum Islam. Filipina merupakan negera Katolik. Kebanyakan pennduduknya beragama Katolik, maka gereja Katolik Roma berpengaruh dilapangan politik. Pada masa pemerintahan Marcos jumlah orang Katolik yang melawan pemerintah semakin meningkat. Pada tahun 1986 peranan Kardinal Sin menentukan jatuhnya Marcos dan pemilihan Corazon Aquino sebagai Presiden.
Umat Protestan terbagi atas empat kelompok: golongan oikumene (DGNF), golongan evangelikal (DKF), golongan fundamentalis serta golongan Khrismatik/Pentakosta. Kaum oikumene lebih aktif mengeluarkan pendapat mengenai isu-isu politik. Gereja-gereja Protestan bertumbuh pesat sejak tahun 1970-an, dengan pekabaran Injil secara agresif yang bertumpu pada gereja lokal. Kaum oikumenis dan evangelikal bekerjasama dalam program penginjilan DAWN. Semangat nasionalisme mewarnai baik gereja Katoliuk maupun gereja Protestan dan menarik banyak orang masuk gereja Filipin mandiri ataupun sekta Iglesia ni Cristo.
Misi Protestan Dan Perkembangan Gereja Di India
Misi Protestan masuk India bersama dengan negara Inggris, sehingga tidak terlepas dari corak imperialisme, meskipun pemerintah Inggris bersikap netral terhadap agama. William Carey menetapkan asas-asas misi yang menjadi dasar bagi misi Protestan: penerjemahan Alkitab, penelitian mendalam kebudayaan setempat, penginjilan luas dan pembangunan gereja asli mandiri. Hendri Martyn memberi sumbangan penerjemahan Alkitraab dengan mutu ilmiah yang tinggi.
Para pekabar Injil bersilisih pendapat mengenai soal kasta. Alexander Duff mendirikan sekolah-sekolah untuk orang India berkasta tinggi dengan sebagian menjadi Kristen atau terpengaruh oleh pemikiran Kristen. Namun pertumbuhan gereja yang utama terjadi dalam lingkungan kasta rendah. Orang Kristen berkebangsaan India mempunyai peranan yang menentukan dalam gerekan pertobatan massal; sedangkan para pekabar Injil dari Barat agak lambat menyambut gelombang orang beralih agama masuk Kristen.
Pada abad ke-20 pendidikan teologi ditingkatkan. Muncullah beberapa tokoh Kristen yang mengekspresikan spritualitas Kristiani dalam bentuk kehidupan khas India, misalnya Sundar Singh, atau dalam bentuk teologi yang diarahkan pada konsep-konsep pemikiran Hindu.
Kesimpulan
Sejarah Gereja Asia mendapat perhatian yang semakin meningkat, bukan saja dari pakar misiologi Barat, melainkan juga dari seluruh gereja, terutama dari orang Kristen Asia sendiri.
Tanggapan: buku ini sangat baik kepada mahasiswa sekolah tinggi teologi sebagai bahan studi untuk mata kuliah Sejarah Gereja Asia. Dan tidak tertutup juga bagi siapa yang berminat untuk memperdalam pengetahuannya tentang sejarah perkembangan kekristenan di Asia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar